Dwilogi Padang Bulan, itulah judulnya. Karena diambil dari judul buku I "Padang Bulan", sedang buku II berjudul "Cinta di Dalam Gelas". Buku ini masih kelanjutan dari Tetralogi Laskar Pelangi (berarti seharusnya Hexalogy). Entah mengapa di buku I, AH menamainya dengan "Padang Bulan", saya sendiri tak tahu kenapa. Sedang buku II banyak berkisah tentang "kopi", sehingga itu judulnya ada embel-embel "di Dalam Gelas".
Uniknya dari buku ini, tidak ada halaman belakang. Kedua sisi buku adalah halaman muka. Hal semacam ini baru saya temui di Indonesia, sedangkan disini (Arab), hal seperti ini biasa ditemui di berbagai majalah bi-lingual. Sedangkan bagian tengah buku (berarti halaman belakang dari kedua buku) terdapat halaman advertorial dari Tetralogi Laskar Pelangi, international edition.
Berbeda dengan ilustrasi buku-buku sebelumnya yang cenderung menampilkan siluet, gambar cover buku ini dibuat ilustrasi artistik. Buku I menampilkan pohon dan 2 ekor burung hinggap di dahannya (terus apa hubungannya dengan Padang Bulan ya?). Tebakan saya, cover ini ada hubungannya di cerita Seribu Malaikat (Mozaik 12), kisah Ikal yang memberikan kejutan ultah pada A Ling. Sedangkan di buku II, covernya menggambarkan 4 orang yang berbeda-beda, dan tebakan saya, mereka adalah (searah jarum jam mulai dari kiri atas) A Ling, Ikal, Ninochka Stronovsky, dan Maryamah.
Cerita buku I ini dimulai dari kisah Enong dan keluarganya. Berlatar masih di pulau Belitong. Si Enong adalah anak yang pintar dan rajin belajar, dia sangat menyukai pelajaran Bahasa Inggris. Tapi kehidupan Enong seketika berubah karena ayahnya meninggal saat menambang timah. Sebagai anak sulung, dia harus keluar dari sekolah dan mencari kerja demi menghidupi ibu dan adik-adiknya. Karena tidak ada seorangpun yang menerimanya sebagai pegawai, akhirnya Enong banting setir mengikuti jejak ayahnya sebagai penambang timah. Jadilah dia seorang perempuan penambah timah pertama, pada saat berusia 14 tahun.
Bukan hanya kisah hidup Enong yang ada di buku I ini. Cerita cinta A Ling dan Ikal juga ada disini, melanjutkan dari cerita di Novel "Maryamah Karpov" yang belum usai. Dimulai dari penolakan ayah Ikal atas hubungan mereka berdua. Kemudian ada laki-laki lain yang datang sebagai pihak ketiga, yang membuat Ikal cemburu buta sampai akhirnya hampir "bunuh diri". Sama halnya dengan novel "Maryamah Karpov", kisah cinta Ikal - A Ling ini dikisahkan Andrea Hirata dengan lebay bombay. Sampai saya tidak habis pikir, masak seorang lulusan Master di Eropa bisa kehilangan akal rasio demi cinta. Benarlah apa kata Panglima Tian Feng, "Dari dulu begitulah cinta, deritanya tiada akhir".
Setelah disuguhi drama percintaan dua insan (yang membuat saya agak eneg) dan sekedar pembukaan kisah hidup seorang Enong, di buku II, Andrea Hirata menceritakan tentang kelanjutan perjuangan Enong a.k.a Maryamah binti Zamzami a.k.a Maryamah Karpov. Bagaimana si Maryamah terobsesi untuk membalaskan "dendam" pada mantan suaminya dengan cara mengalahkannya bermain catur. Padahal Maryamah sendiri sama sekali tidak bisa bermain catur. Disinilah kata-kata ajaib itu ditemukan, "Ajari aku hal yang tersulit sekalipun, boi. Aku akan belajar". Ikal dan teman-temannya membantu Maryamah agar bisa memenangkan pertandingan catur si acara 17an. Akankah Maryamah berhasil menjadi perempuan juara catur pertama ?
Di Buku II ini, Andrea Hirata memperlihatkan kehebatannya dalam memainkan kata-kata. Bukan hanya tentang catur, tapi juga tentang kopi. AH bisa membuat pembacanya berimajinasi pertandingan catur berubah menjadi medan perang yang sebenarnya. Dan juga AH bercerita banyak tentang peminum kopi dengan pendekatan psikologis dan sosio-kultural yang sangat detail, sehingga seolah-olah pembaca juga ikut nongkrong di Warung Kopi Usah Kau Kenang Lagi, milik paman Ikal.
Anyhow menurut saya, Dwilogi Padang Bulan inilah yang seharusnya menjadi buku ke-4 dari Tetralogi Laskar Pelangi. Andrea Hirata menuntaskan kebingungan para pembaca bukunya, yang merasa novel "Maryamah Karpov" itu diluar ekspektasi mereka. Buku ini sangat menarik untuk dibaca untuk menggugah semangat (exclude, bagian kisah cinta Ikal - A Ling), karena kata-kata yang bergaya bahasa Melayu itu bisa menghiptonis pembaca untuk selalu terus belajar dan berjuang untuk hidup dan siap akan menghadapi rintangan macam apapun.
Judul : Padang Bulan & Cinta di Dalam Gelas
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Genre : Novel
Halaman : 254 + 270
Uniknya dari buku ini, tidak ada halaman belakang. Kedua sisi buku adalah halaman muka. Hal semacam ini baru saya temui di Indonesia, sedangkan disini (Arab), hal seperti ini biasa ditemui di berbagai majalah bi-lingual. Sedangkan bagian tengah buku (berarti halaman belakang dari kedua buku) terdapat halaman advertorial dari Tetralogi Laskar Pelangi, international edition.
Berbeda dengan ilustrasi buku-buku sebelumnya yang cenderung menampilkan siluet, gambar cover buku ini dibuat ilustrasi artistik. Buku I menampilkan pohon dan 2 ekor burung hinggap di dahannya (terus apa hubungannya dengan Padang Bulan ya?). Tebakan saya, cover ini ada hubungannya di cerita Seribu Malaikat (Mozaik 12), kisah Ikal yang memberikan kejutan ultah pada A Ling. Sedangkan di buku II, covernya menggambarkan 4 orang yang berbeda-beda, dan tebakan saya, mereka adalah (searah jarum jam mulai dari kiri atas) A Ling, Ikal, Ninochka Stronovsky, dan Maryamah.
Cerita buku I ini dimulai dari kisah Enong dan keluarganya. Berlatar masih di pulau Belitong. Si Enong adalah anak yang pintar dan rajin belajar, dia sangat menyukai pelajaran Bahasa Inggris. Tapi kehidupan Enong seketika berubah karena ayahnya meninggal saat menambang timah. Sebagai anak sulung, dia harus keluar dari sekolah dan mencari kerja demi menghidupi ibu dan adik-adiknya. Karena tidak ada seorangpun yang menerimanya sebagai pegawai, akhirnya Enong banting setir mengikuti jejak ayahnya sebagai penambang timah. Jadilah dia seorang perempuan penambah timah pertama, pada saat berusia 14 tahun.
Bukan hanya kisah hidup Enong yang ada di buku I ini. Cerita cinta A Ling dan Ikal juga ada disini, melanjutkan dari cerita di Novel "Maryamah Karpov" yang belum usai. Dimulai dari penolakan ayah Ikal atas hubungan mereka berdua. Kemudian ada laki-laki lain yang datang sebagai pihak ketiga, yang membuat Ikal cemburu buta sampai akhirnya hampir "bunuh diri". Sama halnya dengan novel "Maryamah Karpov", kisah cinta Ikal - A Ling ini dikisahkan Andrea Hirata dengan lebay bombay. Sampai saya tidak habis pikir, masak seorang lulusan Master di Eropa bisa kehilangan akal rasio demi cinta. Benarlah apa kata Panglima Tian Feng, "Dari dulu begitulah cinta, deritanya tiada akhir".
Setelah disuguhi drama percintaan dua insan (yang membuat saya agak eneg) dan sekedar pembukaan kisah hidup seorang Enong, di buku II, Andrea Hirata menceritakan tentang kelanjutan perjuangan Enong a.k.a Maryamah binti Zamzami a.k.a Maryamah Karpov. Bagaimana si Maryamah terobsesi untuk membalaskan "dendam" pada mantan suaminya dengan cara mengalahkannya bermain catur. Padahal Maryamah sendiri sama sekali tidak bisa bermain catur. Disinilah kata-kata ajaib itu ditemukan, "Ajari aku hal yang tersulit sekalipun, boi. Aku akan belajar". Ikal dan teman-temannya membantu Maryamah agar bisa memenangkan pertandingan catur si acara 17an. Akankah Maryamah berhasil menjadi perempuan juara catur pertama ?
Di Buku II ini, Andrea Hirata memperlihatkan kehebatannya dalam memainkan kata-kata. Bukan hanya tentang catur, tapi juga tentang kopi. AH bisa membuat pembacanya berimajinasi pertandingan catur berubah menjadi medan perang yang sebenarnya. Dan juga AH bercerita banyak tentang peminum kopi dengan pendekatan psikologis dan sosio-kultural yang sangat detail, sehingga seolah-olah pembaca juga ikut nongkrong di Warung Kopi Usah Kau Kenang Lagi, milik paman Ikal.
Anyhow menurut saya, Dwilogi Padang Bulan inilah yang seharusnya menjadi buku ke-4 dari Tetralogi Laskar Pelangi. Andrea Hirata menuntaskan kebingungan para pembaca bukunya, yang merasa novel "Maryamah Karpov" itu diluar ekspektasi mereka. Buku ini sangat menarik untuk dibaca untuk menggugah semangat (exclude, bagian kisah cinta Ikal - A Ling), karena kata-kata yang bergaya bahasa Melayu itu bisa menghiptonis pembaca untuk selalu terus belajar dan berjuang untuk hidup dan siap akan menghadapi rintangan macam apapun.
Judul : Padang Bulan & Cinta di Dalam Gelas
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Genre : Novel
Halaman : 254 + 270
No comments:
Post a Comment